Oleh : Icha Zahra Octavianna
Apa yang kau harapkan dariku? Aku menyebalkan. Tapi, kenapa kau masih saja mengejarku? Merayuku? Baik hati padaku? Tak cukupkah semua usaha yang aku lakukan agar kau sangat membenciku? Agar kau menyesal melakukan semua hal itu padaku? Dan agar kau pergi lalu mengutukku karena tak berperasaan? Tak cukupkah?
Aku membencimu. Sungguh. Tapi apa yang kau lakukan saat aku berkata seperti itu? Kau malah tersenyum dan berkata “Aku tidak percaya.”
Aku tak ingin kau berkata begitu. Aku ingin kau mempercayai perkataanku. Apakah kau tahu kenapa? Aku membencimu. Karena kau telah membuatku jatuh cinta dan menjadi makhluk paling cengeng di dunia! Aku membencimu. Tak seharusnya aku mencintaimu.
Aku rasa sekarang kau sudah tau alasanku melakukan semua itu. Karena aku tak ingin menyakiti hatimu lebih dari ini. Maafkan aku.
Sherin bersyukur, akhirnya pekerjaannya sudah selesai. Sudah setengah tahun ini Sherin bekerja di Perusahaan terkenal di Jakarta. Ia pun membereskan barang-barangnya dan siap untuk pulang. Sherin melirik jam tangannya, sudah pukul 22:30. Hari ini ia pulang lebih malam dari biasanya, dikarenakan pekerjaan yang menumpuk.
“Mau aku antar pulang?” kata Dean sedikit mengagetkan Sherin yang sendari tadi melamun menunggu taxi yang masih beroperasi.
“Tidak.”
“Kenapa?” tanya Dean lagi.
“Aku bisa pulang sendiri.”
“Hey, tidak baik seorang gadis pulang ke rumah sendirian. Apalagi ini sudah malam. Tidak apa-apa, aku antar saja.” Bujuk Dean. Sherin malah pergi menjauh dan memberhentikan taxi, lalu masuk ke dalam taxi tersebut tanpa basa-basi pada Dean. Dean melongo.
Dalam hati, Sherin sangat bersyukur taxi ini datang tepat pada waktunya. Ia tidak mau kalau harus terpaksa di antar oleh Dean. Sebenarnya Dean adalah teman SMA nya. Sherin dan Dean pernah satu kelas ketika kelas tiga. Sherin akui, Dean orang yang baik, meskipun ia tidak pernah berkomunikasi secara pribadi dengannya. Ia tau dari orang-orang terdekat Dean yang bercerita pada Sherin. Lebih tepatnya dari Naya, sahabat Sherin yang menyukai Dean.
Entah alasan apa yang membuat Sherin menjaga jarak dengan Dean, bahkan dengan laki-laki yang lain juga. Sherin merasa kalau ia tak perlu berinteraksi dengan laki-laki manapun. Bahkan Naya, sahabatnya tidak tau alasan Sherin kenapa ia melakukan semua itu.
Ia pun melangkah menuju rumah kost diujung jalan, yang tak lain adalah tempat tinggalnya. Sejak kecil Sherin adalah anak yatim piatu. Ia tinggal bersama kakek dan neneknya. Hingga kemudian ia tumbuh menjadi gadis mandiri dan memilih nge-kost ketimbang tinggal bersama kakek neneknya. Ia tidak mau terus menyusahkan mereka.
Ketika sudah di depan pintu kostnya, tiba-tiba ponsel Sherin berbunyi tanda ada telepon. Nomornya di rahasiakan. Ia pun menjawab telepon tersebut sebelum masuk ke dalam kost.
“Halo?” kata Sherin.
“Lihat ke belakang.” Kata suara disebrang sana. Sherin pun menoleh ke belakang. Dan, oh! Betapa terkejutnya ia mendapati Dean berdiri di sebrang jalan sambil tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.
“Sekarang aku tenang kalau sudah melihatmu sampai di tempat kost. Aku mengkhawatirkanmu.” Kata Dean masih dalam telepon. Sherin melongo dibuatnya. Sherin pun mematikan telepon dan bergegas masuk ke dalam kost dan meninggalkan Dean yang masih berdiri disebrang jalan.
Dean berbaring di tempat tidurnya. Entah kenapa ia tidak bisa berhenti memikirkan Sherin. Mungkinkah ia jatuh cinta? Iya, Dean jatuh cinta pada Sherin. Sherin yang dua tahun lalu ia kenal. Meskipun tidak berkenalan secara langsung. Dean tak pernah tau asal-usul gadis tersebut. Ia hanya tau nama lengkapnya, Aninditha Sherina Reynaldi. Selebihnya ia tak tau.
Demi perasaan cintanya itu kepada Sherin, ia rela bekerja sebagai Office Boy di sebuah Perusahaan dimana tempat Sherin bekerja. Padahal orang tua Dean kaya, ayahnya meminta Dean memimpin Perusahaan miliknya. Tapi, Dean menolak dan lebih memilih bekerja sebagai OB.
Seperti yang sudah ia duga, semua yang ia lakukan pasti sia-sia seperti dulu. Ketika masih sekolah, Dean mengikuti ekskul badminton agar terus bisa melihat Sherin yang waktu itu memang ekskul badminton, tapi seminggu kemudian Sherin berhenti dari ekskulnya. Juga banyak hal yang lainnya. Dan sekarang? Sherin tak pernah bertegur sapa dengan Dean kalau saja Dean tidak menegurnya duluan, itupun tak pernah ada jawaban. Ia sering bertemu dengan Sherin, tapi Sherin seolah-olah tak mengenal Dean. Dean sangat kecewa. Ia ingin menyerah, tapi tekadnya sudah bulat. Sesulit apapun, ia akan membuat Sherin jatuh cinta padanya.
Satu minggu kemudian…
Sherin mendesah pelan. Lagi-lagi ia mendapat pesan dari Dean di ponselnya. Isinya tetap sama. Mengajak makan siang bersama. Tapi, kali ini ada sedikit tambahan yang sukses membuat Sherin bingung.
From : Dean
Makan siang yuk? Kalo msih ga mau, aku ga akan berhenti sms kamu.
Itu berarti ponselnya akan penuh dengan pesan dari Dean yang isinya sama; ngajak makan siang. Tentu ia merasa risih. Sherin tak habis fikir, kenapa Dean tak pernah berhenti mengganggunya. Dengan terpaksa, ia pun membalas pesan Dean.
To : Dean
Dmna?
Dean sangat senang, akhirnya Sherin membalas pesan darinya. Ia pun mengajak Sherin makan di warung pinggir jalan tak jauh dari tempat kerjanya. Dean sudah menunggu Sherin di warung tersebut. Tak lama kemudian, orang yang ia tunggu-tunggu datang.
“Hai.” Sapa Dean sambil tersenyum. Sherin tak menjawab, ia langsung duduk dan memesan makanan. Dean pun ikut memesan makanan.
Ketika makanan sudah dihidangkan, mereka berdua pun makan tanpa ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut Sherin.
“Kau ini, kenapa diam saja?” kata Dean setelah selesai makan. Sherin tak menjawab, ia langsung berdiri dan siap pergi. Tapi Dean menahan tangan Sherin, membuat Sherin menatap mata Dean.
“Aku sudah menerima ajakanmu makan siang, jadi kau tak perlu mengirim pesan lagi.” Kata Sherin to the point. Dean melongo. Begitu sulitkah membuat hati Sherin luluh? Tapi, kenapa? Sherin yang pendiam itu dengan mudahnya meluluhkan hati Dean. Akhirnya Dean melepaskan genggamannya. Ia pun menunduk sedih ketika Sherin berlalu pergi meninggalkannya.
“Sepertinya kau sedang tidak enak badan. Wajahmu pucat sekali. Kau yakin tidak mau pulang bersamaku?” Kata Naya. Jujur, ia khawatir melihat Sherin sahabatnya itu. Wajah Sherin seperti sedang menahan rasa sakit. Sudah beberapa hari ini Sherin lembur, pasti ia sangat lelah.
“Aku tidak apa-apa, Nay. Kau pulang saja duluan. Pekerjaanku masih banyak.” Jawab Sherin diakhiri senyum. Naya menatap jam tangannya. Sudah pukul 8 malam, ia harus cepat pulang karena ia sudah ada janji dengan seseorang. Akhirnya Naya memutuskan untuk pulang.
Pukul 10…
Sherin merasa sedikit pusing, ia pun menunda untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sherin memilih untuk pulang.
“Sherin, aku ingin bicara denganmu.” Mendadak Dean datang dan menarik tangan Sherin.
“Kau ini kenapa?” tanya Sherin bingung.
“Kau yang kenapa! Kenapa kau selalu menjauhi aku? Apa salahku?” tanya Dean. Sherin diam, mata bulatnya menatap Dean.
Dean sudah tidak bisa membendung perasaannya terhadap Sherin. Maka dari itu ia memutuskan untuk mengungkapkannya sepulang Sherin menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun sepertinya Dean tau jawaban yang akan diberikan Sherin kepadanya.
“Aku mencintaimu!” kata Dean. Sherin semakin diam. “Aku…, mencintaimu. Sudah lama aku memendam perasaanku ini. Kumohon, jangan menyiksaku seperti ini. Aku sudah cukup bodoh dengan segala hal yang aku lakukan untukmu.”
Sherin menelan ludah. Entah kenapa mulutnya terasa kaku. Ia hanya mampu diam terpaku menatap mata Dean. Dean mengacak rambutnya frustasi.
“Aku membencimu.” Mendadak Sherin angkat bicara. Dean melongo. Kemudian ia tersenyum pedih.
“Aku tidak percaya.”
“Aku membencimu.” Sherin mengulang perkataannya. Mata Dean basah. Ia menggeleng dan sekali lagi berkata
“Aku tidak percaya.”
Sherin kembali diam. Matanya mulai basah. Ia memegang kepalanya sendiri dan mendadak jatuh tak sadarkan diri…
Naya mengusap-ngusap rambut Sherin yang terbaring lemah di ruang inap. Mata Sherin masih saja terpejam. Mendadak jemari tangannya bergerak-gerak.
“Sherin, ini aku Naya.” Kata Naya lembut. Pengelihatan Sherin masih buram, ia melihat sekeliling sampai akhirnya pengelihatannya kembali normal.
“Aku ada dimana, Nay?” tanya Sherin parau.
“Kau sedang dirumah sakit. Kemarin malam kau jatuh pingsan. Untung saja ada Dean yang membawamu ke rumah sakit ini.” Kata Naya menjelaskan
“Dean?”
Naya mengangguk sambil tersenyum “Iya, Dean. Dia bilang padaku, bahwa dia amat mencintaimu. Aku…, aku sangat terharu mendengarnya.”
“Tapi kan…,”
“Sssttt, aku tidak apa-apa. Lagipula aku hanya mengagumi dia saja. Sebenarnya…, aku sudah tau kalau Dean mulai menyukaimu waktu SMA dulu. Tapi aku tidak menyerah. Aku ini bodoh sekali. Harusnya aku sadar kalau aku tidak pantas untuknya.” Kata Naya sambil memukul kepalanya sendiri. Lalu Naya tertawa pelan membuat Sherin tersenyum.
“Maaf.”
“Kau ini bodoh sekali. Harusnya aku yang minta maaf. Eh, kau tau tidak? Kemarin ada kejadian lucu loh, begini ceritanya…” Naya banyak bercerita kepada Sherin. Mau tak mau membuat Sherin sakit perut menahan tawa.
Setelah kepergian Naya, entah kenapa hati kecil Sherin bertanya; Dimana Dean sekarang?
Tiba-tiba ponsel Sherin yang terletak di meja berbunyi tanda ada pesan baru yang masuk.
From : Dean
Cepat smbuh ya. Aku mncintaimu
Mendadak dada Sherin terasa sesak. Entah alasan apa yang membuat Sherin menangis terisak seusai membaca pesan dari Dean.
Dean diam memandang bulan. Sesekali ia mendesah pelan. Perasaannya teramat kacau. Ia tak hentinya berfikir, kenapa semua ini terjadi pada hidupnya? Terlebih lagi hidup Sherin? Kenapa? Dean mengacak rambutnya sendiri. Tak terasa, selama berbulan-bulan ini ia menjadi makhluk yang cengeng.
Tuhan…, tolong jelaskan padaku. Kenapa semua ini terjadi?
Satu minggu kemudian…
“Sherin berhenti bekerja?” tanya Dean tak percaya. Naya mengangguk.
“Iya. Aku tidak tau alasannya. Mungkin karena ia butuh waktu lama untuk beristirahat.” Kata Naya. Dean menunduk. Sekali lagi, Sherin melakukan ini kepadanya..
“Yasudah…” kata Dean lalu hendak pergi kalau saja Naya tidak menahan tangannya. “Ada apa?”
“Hmmm…, Sherin menitipkan surat ini untukmu. Aku tidak membacanya. Sungguh.” Kata Naya sambil meletakkan surat beramplop merah di tangan Dean. Dean menerima sura itu.
“Terima kasih.”
“Iya.” Jawab Naya diakhiri senyum.
Malamnya…
Seperti biasa, Dean diam menatap bulan. Ia tetap tak menemukan jawaban atas ribuan pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya. Mendadak ponselnya berbunyi, ia mengacuhkannya sejenak. Paling-paling dari Ibunya yang ngotot meminta Dean untuk melanjutkan study nya di luar negeri. Tak lama kemudian ia membuka pesan tersebut. Dan, oh! Betapa terkejutnya ia setelah membaca pesan yang ternyata dari Sherin.
From : Sherin
Kumohon, hanya untuk malam ini saja. Datanglah ke tmpat kostku.
Dean langsung pergi menuju tempat kost Sherin. Ia tak peduli meski sudah hampir pukul dua belas. Meski ia tak mengerti kenapa Sherin mendadak memohonnya untuk datang. Dan meski kini hujan telah mengguyur kota, ia tetap pergi…
Tanpa aba-aba, Dean masuk ke dalam dan betapa kagetnya ia menemukan Sherin tengah terkulai tak berdaya di lantai. Dean langsung memeluk Sherin dalam pangkuannya. Mulut dan hidungnya mengeluarkan darah.
“D-dean, maafkan aku…” kata Sherin tercekat. Nafasnya putus-putus. Mata Dean mulai basah lagi.
“Kau tidak punya salah apapun. Aku yang harusnya minta maaf karena telah membiarkanmu menderita sendirian…” telunjuk Sherin menekan bibir Dean isyarat untuk berhenti bicara.
“ Aku…, aku juga mencintaimu.” Kata Sherin akhirnya. Dean tersenyum meski matanya terus berlinangan air. Sherin pun ikut tersenyum. Mata Sherin terpejam perlahan.
“SHERIIIIIIINN!!!”
Delapan hari yang lalu, di sebuah rumah sakit…
“Kanker otak?”
Dokter tersebut mengangguk. “Iya, Sherin menderita kanker otak. Dan sepertinya penyakit itu sudah ia derita beberapa tahun yang lalu.”
“Lalu bagaimana dokter? Apakah ada harapan untuk sembuh?” tanya Dean. Dokter tersebut mengusap dagunya, membuat Dean cemas menunggu jawaban atas pertanyaannya.
“Hanya mukjizat dari Tuhan yang bisa membuatnya sembuh.”
Dean terduduk lemas. Tuhan…, tolong jelaskan padaku. Kenapa semua ini terjadi?
0 Response to "Cerpen Cinta I Love U"
Post a Comment